Senin, 28 April 2014

Makalah Ortografi Arab

ORTOGRAFI
A.    PENGERTIAN ORTOGRAFI
Ortografi berasal dari bahasa yunani: orthos yang artinya “benar” dan gfaphein yang artinya “menulis”. Definisi Ortografi itu sendiri adalah system ejaan suatu bahasa atau gambaran bunyi bahasa yang brupa tulisan atau lamabang yang meliputi antara lain masalah ejaan, kapitalsasi, pemenggalan kata, tanda baca dan lain sebagainya.
Ortografi yang tidak mewakili semua suara dari bahasa yang, seperti Italia, bahasa Inggris atau bahasa Arab, yang disebut 'cacat'. Tidak efisien dan cacat ortografi mungkin memotivasi ejaan reformasi.

B.    SISTEM EJAAN DAN TULISAN ARAB
Ortogra atau sistem ejaan Arab sama seperti bahasa-bahasan serumpunnya bersifat aksara kursif iaitu aksara yang menunjukkan satu-satu hurufnya disambung sama ada dengan huruf sebelumnya atau selepasnya atau kedua-duanya. Tulisan ini ditulis dari kanan ke kiri.
Bagi C. Muhamad Naim (1990), analisis tradisi dan dipersetujui oleh kebanyakan ahli bahasa Arab, ortogra Arab mempunyai 28 grafem atau huruf-huruf abjad, beliau menegaskan ortogra Arab mempunyai 29 huruf abjad:
"Bahasa Arab persuratan mengandung 29 grafem yang sering digunakan dan beberapa simbol diakritik yang digunakan hanya untuk tujuan-tujuan tertentu Analisis tradisi ortografi Arab biasanya memperkenalkan abjad yang mengandungi 28 huruf, kerana analisis ini cenderung terkeliru di antara hamzah dan alif  disebabkan hubungan khas diantara kedua-duanya."
Dalam masalah ini, ahli-ahli bahasa tradisional sendiri telah membincangkannya dengan terperinci. Sebenarnya mereka mengakui dan bersependapat menyatakan bahawa ortogra Arab mengandungi 29 huruf. Sibawaih (358H.-384H.) dalam bukunya "Al~kitab" menegaskan bahawa asal huruf abjad bahasa Arab adalah 29 huruf.
Khalil ibnu Ahmad (630H.-71 1 H.) juga mempunyai pendapat yang sama sebagaimana yang dinyatakan dalam buku “Lisânul °Arab". Cuma yang menjadi perselisihan pendapat ialah tentang perlu atau tidak "alif" ditulis berasingan dengan "hamzah". ini kerana huruf "alif" adalah satu-satunya grafem yang tidak boleh berfungsi sebagai konsonan dan tidak boleh diletakkan simbol diakritik. Berbeza dengan huruf vokal "y '" dan "wau" yang boleh berfungsi sebagai huruf konsonan bila diletakkan tanda diakritik. Maka alif tidak layak ditulis berasingan sebagai salah satu huruf abjad. Oleh itu, ianya dinamakan "alif" bila berserta dengan "hamzah" dan di kala itu ia adalah sebagai huruf konsonan. Bila di gugurkan "hamzah" ianya berfungsi sebagai huruf vocal.
C.    PENTINGNYA ORTOGRAFI
Ortorafi atau sistem penulisan menjadi penting pada sebuah bahasa ketika bahasa tersebut hendak didokumentasikan. Ortografi tersebut penting untuk masyarakat, para akademisi, dan pemerintah. Masyarakat adalah kelompok individu yang menggunakan bahasa bersangkutan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga merupakan kelompok yang paling penting di dalam penciptaan ortografi.
Dalam konteks sosiolinguistik, yaitu pemakaian bahasa oleh masyarakat, ortografi penting dalam pemakaian bahasa untuk situasi resmi maupun tidak resmi. Dalam situasi resmi, ortografi bermanfaat dalam penerjemahan buku-buku agama atau buku bacaan anak sekolah. Selain itu, ortografi juga bermanfaat untuk bahasa dalam situasi santai, seperti penulisan surat, penulisan daftar, atau penulisan karya sastra lisan. Penulisan sastra lisan menjadi penting dalam kaitan dengan trasformasi nilai etika/moral dari generasi ke generasi.
Para akademisi berkepentingan pada ortografi sebuah bahasa ketika ia melakukan kegiatan pendokumentasi terhadap bahasa bersangkutan. Pendokumentasian diperlukan terutama dalam kegiatan penelitian dan analisis terhadap bahasa tersebut. Analisis akan dilakukan terhadap unsur linguistic (kebahasaan, baik mikro maupun makro) atau unsur non-kebahasaan. Ortografi untuk kepentingan akademisi sering bersifat khusus sesuai dengan bidang yang dibahas dan sedikit berbeda dengan ortografi untuk masyarakat. Pihak pemerintah juga berkepentingan terhadap ortografi sebuah bahasa. Pemerintah berkewajiban untuk melindungan kehidupan dan perkembangan bahasa daerah di Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945. Dalam arti sempit, pemerintah, dari kepala desa/lurah sampai pada pemerintah daerah dan pemerintah pusat (Indonesia) melalui lembaga-lembaga terkait berkepentingan pada ortografi bahasa daerah di Indonesia untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan bahasa bersangkutan.
Jika dilihat kepentingan ortografi pada pihak-pihak terkait tersebut, ortografi harus diterima oleh semua pihak. Dengan demikian, penciptaan ortografi haruslah mendapat dukungan, baik dari masyarakat, pemerintah, maupun dari pihak akademisi. Penciptaan ortografi harus melibatkan pemuka masyarakat (kepala desa, guru, dan lainnya), pemuka agama, akademisi, dan lembaga bidang bahasa. Oleh karena itu, ortografi harus diciptakan melalui musyawarah dan sosialisasi yang seluas-luasnya serta diterima oleh semua orang.
Menurut Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum Aksara (ortografi) adalah sistem tulisan yang dibuat untuk digu-nakan secara umum dan berlaku di dalam masyarakat suatu bahasa (Chaer, 1994: 110). Aksara dibuat untuk dapat menggam-barkan bunyi yang sebenarnya dari suatu bahasa. Dalam sejarah kehi-dupan manusia, aksara telah melewati beberapa fase perubahan, sehing-ga sampai pada sistem aksara seperti yang kita gunakan saat ini.
Aksara adalah keseluruhan sistem tulisan. Aksara mencakup isti-lah umum untuk graf dan grafem. Graf adalah satuan terkecil dalam ak-sara yang belum ditentukan statusnya, sedangkan grafem adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem. Urutan huruf dalam suatu sistem aksara dinamakan abjad atau alfabet. Misalnya dalam ak-sara Arab, abjad itu dimulai dari alifsampai ya’.
Dalam bahasa Arab, kita mengenal sistem tulisan yang disebut aksara Arab. Aksara Arab mula-mula dipakai untuk menuliskan bahasa Arab, diturunkan dari aksara Aramea. Peninggalan tertua beraksara Arab berasal dari tahun 512 M. Dalam penyebarannya juga dipakai un-tuk menuliskan bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Urdu, bahasa Mela-yu, bahasa Jawa, dituliskan dari kanan ke kiri (Kridalaksana, 2001: 5). Aksara ini dibuat untuk digunakan dalam merekam dan menuliskan bunyi-bunyi bahasa Arab yang diucapkan oleh penuturnya.
Selain itu, aksara Arab seperti aksara-aksara bahasa lain dituntut untuk dapat menuliskan ujaran-ujaran bahasa yang sebenarnya. Aksara Arab yang kita kenal saat ini dan kita gunakan dalam berbagai keperluan, juga telah melewati beberapa fase perubahan. Bentuk tulisan yang paling lama berasal dari sistem tulisan al-masnad al-yamani dalam bentuk tiang-tiang. Bentuk kedua adalah bentuk al-nibthi salah satu macam tu-lisan al-arami seperti tulisan nuqusy (gambar-gambar) pada kuburan. Ke-mudian sampai pada tulisan Arab yang diambil dari al-nibthi, dengan beberapa perubahan. Perubahan itu terus terjadi sampai pada sistem tulisan seperti sekarang dan bukan dalam bentuk nuqusy (Wafi, 1947: 251—254).
Menurut Holes (1995: 73), aksara Arab sangat konsisten dan sa-ngat dekat dengan bunyi bahasanya, jika dibandingkan dengan bahasa lain. Hal itu dapat kita lihat bahwa setiap huruf (grafem) dalam aksara Arab dapat menggambarkan bunyi (fonem) berikut dan alofon-alofon-nya (varian). Misalnya, fonem /ba/, /ta/, dan /tsa/ dirumuskan dengan huruf ب, ت, ث, meskipun setiap fonem memiliki beberapa alofon-alofon. Fonem-fonem berikut alofon-alofonnya yang berada dalam bahasa Arab cukup dituliskan dengan sebuah huruf. Hasilnya kita mengenal huruf-huruf aksara Arab yang jumlahnya sebanyak 28 huruf (Bisyr, tt: 492). Huruf-huruf ini tersusun dalam suatu urutan abjad yang dikenal dengan nama al-huruf al-hija’iyyah.
Namun, dengan segala konsistensi dan ketelitiannya, aksara Arab masih memiliki kelemahan dalam merekam fonem dan alofon-alofonnya seperti aksara bahasa lainnya. Aksara Arab masih belum dapat menggambarkan bunyi-bunyi ujaran bahasa secara akurat. Hal ini dapat kita pa-hami bahwa bunyi-bunyi ujaran bahasa berkembang pesat seiring de-ngan perkembangan zaman, sementara perkembangan aksara selalu lam-bat untuk mengikuti kemajuan itu.
Kemudian, menulis adalah bentuk turunan pada penggunaan bahasa. Jadi, cara menulis itu seharusnya menyesuaikan diri dengan ben-tuk-bentuk bunyi dan perubahan di dalamnya. Tulisan merupakan tu-runan dari bahasa lisan dalam arti bahwa sistem aksara mengikuti per-kembangan bunyi dan tidak berjalan dengan ketentuan sendiri. Menu-rut Kridalaksana (2001: 79), "Kesepadanan antara huruf dan bunyi se-ring arbitrer."
Kelemahan aksara bahasa Arab dapat kita temukan pada bebera-pa tempat, seperti sistem penulisan hamzah yang berbeda-beda seiring perbedaan tempatnya, baik di depan, tengah, dan akhir sebuah kata. Perbedaan juga terletak pada sistem tulis dan karakteristik antara ham-zah al-washI dan hamzah al-qath'. Hamzah al-washl dituliskan dengan huruf alif, diucapkan ketika berada di awal kalimat, seperti اسم  dan tidak diucapkan ketika didahului oleh kata lain, seperti ما اسم هذا الرجل.Hamzah al-qathditulis dengan hamzah di atas alif, diucapkan baik di awal kalimat, ataupun didahului oleh kata lain, dan tandanya tetap harus dituliskan, seperti أنا أسعد, قال أسعد. Dalam aksara Arab terdapat vokal-vokal yang terucap, tetapi tidak direalisasikan melalui suatu simbol dalam penu-lisan. Contohnya vokal panjang (al-madd) pada kata-kata الله,هذه , هذا. Sebaliknya ada simbol yang tertulis, namun vokalnya tersem-bunyi, seperti vokal alif pada kataرموا   dan vokal waw pada kata أولئك (Bisyr, 599-601). Selain itu, aksara Arab memiliki kelemahan pada penu-lisan tekanan panjang dengan menggunakan alif, jika kita bandingkan dengan tekanan panjang pada kata kata رمى.
Bahasa Arab sebagai suatu bahasa memiliki banyak keutamaan dan kelebihan, sehingga menarik untuk dipelajari. Bahasa ini tidak ha-nya dipelajari oleh bangsa Arab saja, tetapi banyak bangsa-bangsa lain yang mempelajari bahasa ini. Keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh bahasa Arab terletak pada beberapa aspek berikut. Pertama, identitas-nya seba-gai bahasa Alquran, sehingga banyak digunakan oleh pemeluk agama Islam. Kedua, bahasa Arab penting untuk dipelajari karena bangsa Arab (Islam) itu sendiri memiliki sejarah peradaban yang sangat mengagumkan di masa lampau.
Selain itu, bahasa Arab merupakan bahasa internasional yang telah diakui dan digunakan sebagai bahasa resmi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pengajaran bahasa Arab baik sebagai bahasa ibu maupun bahasa asing bertujuan agar seseorang dapat menguasai bahasa Arab dan semua aspek-aspeknya, dari tataran fonologi, morfologi sampai dengan tataran sintaksis. Semua aspek tersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk keterampilan-keterampilan berbahasa, dari mulai mende-ngar, melafalkan, berbicara, dan menulis.

D.    KAJIAN TENTANG ORTOGRAFI (EJAAN ) MUSHAF 'UTHMANI
Telah banyak buku yang menyinggung tentang ejaan yang janggal dalam Mushaf ‘Uthmani, dengan lebih detail lagi khususnya dalam menganalisis contoh-contoh ejaan yang menyeleweng. Di antara beberapa bab dalam al­Muqni `, contohnya di bawah judul (heading), "Examination of Mushaf spellings where (vowels are) dropped or listed (Meneliti ejaan Mushaf Yang Vokalnya Dibuang Atau Disebutkan). (Sub judul): Examination of words where alif( I ) is dropped for abbreviation (Meneliti kata-kata yang ada alifnya dibuang untuk tujuan singkatan)." Ad-Dani mengutip Nafi bin Abi Nu'aim (70­167 Hijrah), pengarang asli, kemudian membuat daftar ayat-ayat yang di dalamnya ada alif yang dibaca tapi tidak ditulis:
Surah: ayat
Ejaan yang digunakan dalam
Mushaf 'Uthman
Bacaan yang sebenarnya
2:9
2:51
20:80

Saya pilih hanya tiga contoh ini saja, jika tidak demikian, dalam bukunya dapat menghabiskan lebih dari dua puluh halaman. Lebih dari itu, alif dalam Mushaf ‘Uthmani semuanya tidak terdapat pada kata   dan   (semuanya 190 tempat), kecuali dalam ayat 41:21 di mana ejaannya adalah   . Membaca Mushaf mana saja yang diterbitkan oleh Kompleks Percetakan Raja Fahd di Madinah, saya telah memeriksa satu contoh ejaan yang janggal, dan sementara ini, dalam penelitian saya, saya tidak mendapatkan ejaan yang bertentangan dengan hasil tabulasi Nafi'. Dua vokal lagi yang bersamaan dengan huruf hamza (   ) juga menggambarkan kecenderungan perubahan yang dinamis yang tidak hanya terdapat pada Mushaf ‘Uthmani. Beberapa sahabat yang menulis naskah milik pribadi banyak yang memasuk­kan ejaan janggal yang kemungkinan disebabkan oleh perbedaan wilayah dalam masalah ejaan. Di sini ada dua contoh;
1.      ‘Abdul-Fattah ash-Shalabi menemukan manuskrip AI-Qur'an klasik (tua) yang penulisnya menggunakan dua ejaan yang berbeda pada kata    (contohnya    dan    ) di halaman yang sama.
2.      Dalam koleksi perpustakaan Raza, Rampur, India, ada sebuah Mushaf yang ditulis dalam skrip Kufi yang dinisbatkan kepunyaan 'All bin Abi Talib,. Kata     juga ditulis dengan   , dan     ditulis dengan    Untuk lebih jelas, saya perlihatkan contoh seperti di bawah ini.


 









Malik bin Dinar melaporkan bahwa ‘Ikrima membaca ayat 17:107 dengan fas'al (    ), walaupun tertulis fsl (   ) Malik menenangkan akan hal ini dengan menyatakan bahwa itu sama dengan bacaan qal (  ) ketika kata itu ditulis ql (   ) yang merupakan kependekan umum di Mushaf Hejazi. Dengan adanya bacaan yang berdasarkan tradisi belajar secara lisan, adanya kekurangan seperti ini tidak akan menyebabkan kerusakan teks Kitab Suci. Kalau seorang guru membaca     (baca dengan qalu, alif di akhir tidak dise­butkan karena ada peraturan grammar tertentu) dan murid itu menuliskannya   (mengikuti standard dia sendiri) tetapi membacakannya dengan betul seperti     , lalu ejaan vokal yang janggal tidak mengandung pengaruh yang negatif. Ibn Abi Dawud meriwayatkan kejadian di bawah ini.
 







" Yazid al-Farsi berkata, "'Abaidullah bin Ziyad menambahkan dua ribu huruf (     ) dalam Mushaf Ketika al-Hajjaj bin Yusuf datang dari Basra dan diberi tahu tentang ini, dia meminta siapa orangnya yang mem­beritahukan tentang perubahan yang dibuat `Ubaidullah. Mereka men­jawab Yazid al-Farsi. Oleh karena itu, al-Hajjaj memanggil saya; Lalu saya pergi menemuinya dan saya tidak ragu bahwa dia akan mem­bunuhku. Dia menanyakan mengapa 'Ubaidullah minta untuk menambah dua ribu huruf ini. Saya menjawab: Mudah-mudahan Allah memelihara anda ke jalan yang lurus; dia telah dibesarkan di Masyarakat tingkat bawah Basra (contohnya jauh dari lingkungan terpelajar, di suatu daerah di mana orang tidak merasakan citra kesusastraan dan keindahan). Ini yang saya sayangkan, karena al-Hajjaj berkata bahwa saya berbata benar dan silakan tinggalkan saya. Apa yang diinginkan oleh ‘Ubaidullah adalah hanyalah ingin meletakkan dasar ukuran ejaan dalam Mushafnya, menulis kembali kata-kata (   ) menjadi (   ) dan (   ) menjadi (   )
Seperti halnya perubahan tidak menyebabkan kehancuran teks melainkan justru menekankan beberapa huruf hidup (vowels) yang telah ditiadakan atau dibuang untuk penggunaan singkatan, al-Farsi meninggalkan persahabatan al­Hajjaj tanpa kesan negatif. Kembali merujuk kepada AI-Qur'an, kita menemukan bahwa kata-katal    tercatat sebanyak 331 kali, sedangkan     sebanyak 267 kali; jumlah seluruhnya ada 598 kata. Mengingat bahwa 'Ubaidullah menambah ekstra dua alif di setiap ini maka mencapai sekitar 1,200 huruf ekstra. Jumlah dua ribu (sebagaimana disebutkan dalam riwayat itu) kemungkinan besar hanya kira-kira saja.
Riwayat Ibn Abi Dawud mengalami kekurangan dan isnadnya pun lemah1 menyebabkan banyak ilmuwan yang menolak. Tetapi jika ternyata ini juga betul, apa yang menjadikan `Ubaidullah salah dalam membuat naskah pribadi tak ada tujuan lain kecuali hendak menjadikannya sesuai dengan kaidah ejaan yang berlaku, lain tidak. Contoh lainnya, kita akan mengalihkan per­hatian pada mushaf salinan Ibn al-Bawwab yang dibuat pada tahun 391 Hijrah / 1000 Masehi, yang saya telah bandingkan dengan mushaf cetakan Madinah pada tahun 1407 Hijrah/ 1987 Masehi.

 








Di awal Surah al-Baqarah saja ada empat contoh ini. Kebiasaan sebagian besar Mushaf yang dicetak sekarang mengikuti sistem ejaan Mushaf 'Uthmani; kata     (Malik) contohnya ditulis     (malik) mengikuti ejaan (ortografi) ‘Uthmani, walaupun alif kecil diletakkan pada mim untuk menjelaskan penyebutan bagi pembaca zaman sekarang. Sama juga dengan beberapa ayat yang masih mengeja     dengan  menunjukkan bahwa kependekan ini adalah berlaku pada zaman `Uthman dan dia juga mengizinkan untuk memasukkan kedua-duanya.
Penerbit modern, dengan mendasarkan naskahnya kepada ortografi Mushaf ‘Uthmani yang resmi, telah menyediakan rujukan yang banyak tentang ketentuan ejaan yang berlaku pada zaman awal Islam (abad pertama hijrah). Ini sesungguhnya adalah merupakan pilihan terbaik bagi semua penerbit, di mana mereka memberikan manfaat untuk media masa cetak dan merupakan sifat pendidikan modern yang telah diberi ukuran serupa. Bagaimanapun keinginan untuk menyimpang dari ejaan Mushaf ‘Uthmani bukan hal baru lagi. Imam Malik (w. 179 H.) telah dihukum dua belas abad yang lalu karena fatwanya (   ) tentang apakah seseorang boleh menulis Mushaf dengan menggunakan kaidah ejaan (yang digunakan akhir-akhir ini); dia menolak pendapat itu, dan hanya menyetujuinya untuk anak sekolah saja. Di tempat lain juga ad-Dani (w. 444 H.) menyatakan bahwa semua ilmuwan dari sejak zaman Malik sampai zamannya sepakat dengan keyakinan yang sama.
 







Imam Malik telah ditanya tentang huruf hidup (vowels) tertentu yang tidak dibaca di dalam Mushaf: dia tidak mau menghilangkannya. Abu `Amr (ad-Dani) memberi komentar bahwa ini merujuk pada tambahan huruf hidup yang tidak dibaca; waw dan alif, seperti waw dalam  , alif dalam ... , dan juga ya'dalam ...  ." Ini menunjukkan bahwa imam Malik menentang untuk mengubah ejaan Mushaf secara resmi; sedangkan penulis Al-Qur'an pada zaman itu telah memilih memasukkan kaidah ejaan yang berbeda dalam naskah pribadi mereka, dalam pikirannya, ejaan ketentuan ini tidak pernah diterima sebelunmya atau menyetujui ortografi Mushaf ‘Uthmani.
Karakteristik ortografi mushaf utsmani sebagai berikut:
Ø  Penulisan ت sebagai pengganti ة
Ø  Huruf waw (و ) dan ya’(ى) sering di hilangkan, ketika vokal diringkas karena suatu penggabungan kata. Sedangkan huruf alif( ا ) sebagai huruf vokal, dalam kasus senada, hanya di temukan dalam kata ايها yakni menjadi ايه
Ø  Nunasi (tanwin) ditulis dengan ن dala kata كاين yakni كأين atauكائن , yang membuat derivasi kata tersebut dari menjadi kabur.
Ø   Partikel ya selalu di tautkan pada kasus vokatif, dan lebih menyatu dalam ungkapan يبنؤم ( secara terpisah يا ابن أم )
Ø  Ragam tulis aksara tidak mengenal perbedaan antara konsonan b(ب ), t(ت ), ts(ث), n(ن), dan ya(ي), pada permulaan dan di tengah-tengah suatu kata, atau b(ب ), t(ت ), ts(ث) pada penghujung kata , atau f (ف), dan q(ق) pada peremulaan dan di tengah-tengah kata, serta konsonan-konsonan j (ج), h ( ح), kh (خ  (,d (د), dz (ذ), r (ر ), z (ز); s (س), sy (ش), sh ( ص), dl ( ض), th ( ط ), zh ( ظ ), ‘ ( ع ), g (غ)




2 komentar:

  1. mau tanya buku yang mengulas tentang ortografi berjudul apa ya?

    BalasHapus
  2. TOTO TOTO ® Titanium Wok - Titanium Art
    ‎Toto TOTO® Titanium Wok titanium hammer · ‎TOTO TOTO® Titanium Wok · ‎TOTO titanium bars ® Titanium black titanium wedding band Wok · ‎TOTO ® TOTO® titanium symbol TOTO® TOTO® TOTO ® ‎TOTO® titanium engagement rings for her TOTO® TOTO®

    BalasHapus