ORTOGRAFI
A. PENGERTIAN
ORTOGRAFI
Ortografi berasal dari bahasa yunani:
orthos yang artinya “benar” dan gfaphein yang artinya “menulis”. Definisi
Ortografi itu sendiri adalah system ejaan suatu bahasa atau gambaran bunyi
bahasa yang brupa tulisan atau lamabang yang meliputi antara lain masalah
ejaan, kapitalsasi, pemenggalan kata, tanda baca dan lain sebagainya.
Ortografi yang tidak mewakili semua
suara dari bahasa yang, seperti Italia, bahasa Inggris atau bahasa Arab, yang
disebut 'cacat'. Tidak efisien dan cacat ortografi mungkin memotivasi ejaan
reformasi.
B. SISTEM
EJAAN DAN TULISAN ARAB
Ortografi atau sistem
ejaan Arab sama seperti bahasa-bahasan serumpunnya bersifat aksara kursif iaitu
aksara yang menunjukkan satu-satu hurufnya disambung sama ada dengan huruf
sebelumnya atau selepasnya atau kedua-duanya. Tulisan ini ditulis dari kanan ke
kiri.
Bagi C. Muhamad Naim (1990), analisis
tradisi dan dipersetujui oleh kebanyakan ahli bahasa Arab, ortografi Arab mempunyai
28 grafem atau huruf-huruf abjad, beliau menegaskan ortografi Arab mempunyai
29 huruf abjad:
"Bahasa Arab persuratan mengandung
29 grafem yang sering digunakan dan beberapa simbol diakritik yang digunakan
hanya untuk tujuan-tujuan tertentu Analisis tradisi ortografi Arab biasanya
memperkenalkan abjad yang mengandungi 28 huruf, kerana analisis ini cenderung
terkeliru di antara hamzah dan alif
disebabkan hubungan khas diantara kedua-duanya."
Dalam masalah ini, ahli-ahli bahasa
tradisional sendiri telah membincangkannya dengan terperinci. Sebenarnya mereka
mengakui dan bersependapat menyatakan bahawa ortografl Arab
mengandungi 29 huruf. Sibawaih (358H.-384H.) dalam bukunya "Al~kitab"
menegaskan bahawa asal huruf abjad bahasa Arab adalah 29 huruf.
Khalil ibnu Ahmad
(630H.-71 1 H.) juga mempunyai pendapat yang sama sebagaimana yang
dinyatakan dalam buku “Lisânul °Arab". Cuma yang menjadi perselisihan
pendapat ialah tentang perlu atau tidak "alif" ditulis berasingan
dengan "hamzah". ini kerana huruf "alif" adalah satu-satunya
grafem yang tidak boleh berfungsi sebagai konsonan dan tidak boleh diletakkan
simbol diakritik. Berbeza dengan huruf vokal "y '" dan
"wau" yang boleh berfungsi sebagai huruf konsonan bila diletakkan
tanda diakritik. Maka alif tidak layak ditulis berasingan sebagai salah satu
huruf abjad. Oleh itu, ianya dinamakan "alif" bila berserta dengan
"hamzah" dan di kala itu ia adalah sebagai huruf konsonan. Bila di
gugurkan "hamzah" ianya berfungsi sebagai huruf vocal.
C. PENTINGNYA
ORTOGRAFI
Ortorafi atau sistem penulisan menjadi
penting pada sebuah bahasa ketika bahasa tersebut hendak didokumentasikan.
Ortografi tersebut penting untuk masyarakat, para akademisi, dan pemerintah.
Masyarakat adalah kelompok individu yang menggunakan bahasa bersangkutan dalam
kehidupannya sehari-hari, sehingga merupakan kelompok yang paling penting di
dalam penciptaan ortografi.
Dalam konteks sosiolinguistik, yaitu
pemakaian bahasa oleh masyarakat, ortografi penting dalam pemakaian bahasa
untuk situasi resmi maupun tidak resmi. Dalam situasi resmi, ortografi bermanfaat
dalam penerjemahan buku-buku agama atau buku bacaan anak sekolah. Selain itu,
ortografi juga bermanfaat untuk bahasa dalam situasi santai, seperti penulisan
surat, penulisan daftar, atau penulisan karya sastra lisan. Penulisan sastra
lisan menjadi penting dalam kaitan dengan trasformasi nilai etika/moral dari
generasi ke generasi.
Para akademisi berkepentingan pada
ortografi sebuah bahasa ketika ia melakukan kegiatan pendokumentasi terhadap
bahasa bersangkutan. Pendokumentasian diperlukan terutama dalam kegiatan
penelitian dan analisis terhadap bahasa tersebut. Analisis akan dilakukan
terhadap unsur linguistic (kebahasaan, baik mikro maupun makro) atau unsur
non-kebahasaan. Ortografi untuk kepentingan akademisi sering bersifat khusus
sesuai dengan bidang yang dibahas dan sedikit berbeda dengan ortografi untuk
masyarakat. Pihak pemerintah juga berkepentingan terhadap ortografi sebuah
bahasa. Pemerintah berkewajiban untuk melindungan kehidupan dan perkembangan
bahasa daerah di Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945. Dalam arti sempit,
pemerintah, dari kepala desa/lurah sampai pada pemerintah daerah dan pemerintah
pusat (Indonesia) melalui lembaga-lembaga terkait berkepentingan pada ortografi
bahasa daerah di Indonesia untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan
bahasa bersangkutan.
Jika dilihat kepentingan ortografi pada
pihak-pihak terkait tersebut, ortografi harus diterima oleh semua pihak. Dengan
demikian, penciptaan ortografi haruslah mendapat dukungan, baik dari
masyarakat, pemerintah, maupun dari pihak akademisi. Penciptaan ortografi harus
melibatkan pemuka masyarakat (kepala desa, guru, dan lainnya), pemuka agama,
akademisi, dan lembaga bidang bahasa. Oleh karena itu, ortografi harus
diciptakan melalui musyawarah dan sosialisasi yang seluas-luasnya serta
diterima oleh semua orang.
Menurut Dr. Moch. Syarif Hidayatullah,
M.Hum Aksara (ortografi) adalah sistem tulisan yang dibuat untuk digu-nakan
secara umum dan berlaku di dalam masyarakat suatu bahasa (Chaer, 1994: 110).
Aksara dibuat untuk dapat menggam-barkan bunyi yang sebenarnya dari suatu
bahasa. Dalam sejarah kehi-dupan manusia, aksara telah melewati beberapa fase
perubahan, sehing-ga sampai pada sistem aksara seperti yang kita gunakan saat
ini.
Aksara adalah keseluruhan sistem
tulisan. Aksara mencakup isti-lah umum untuk graf dan grafem. Graf adalah
satuan terkecil dalam ak-sara yang belum ditentukan statusnya, sedangkan grafem
adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem. Urutan huruf
dalam suatu sistem aksara dinamakan abjad atau alfabet. Misalnya dalam ak-sara
Arab, abjad itu dimulai dari alifsampai ya’.
Dalam bahasa Arab, kita mengenal sistem
tulisan yang disebut aksara Arab. Aksara Arab mula-mula dipakai untuk
menuliskan bahasa Arab, diturunkan dari aksara Aramea. Peninggalan tertua
beraksara Arab berasal dari tahun 512 M. Dalam penyebarannya juga dipakai
un-tuk menuliskan bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Urdu, bahasa Mela-yu,
bahasa Jawa, dituliskan dari kanan ke kiri (Kridalaksana, 2001: 5). Aksara ini
dibuat untuk digunakan dalam merekam dan menuliskan bunyi-bunyi bahasa Arab
yang diucapkan oleh penuturnya.
Selain itu, aksara Arab seperti
aksara-aksara bahasa lain dituntut untuk dapat menuliskan ujaran-ujaran bahasa
yang sebenarnya. Aksara Arab yang kita kenal saat ini dan kita gunakan dalam
berbagai keperluan, juga telah melewati beberapa fase perubahan. Bentuk tulisan
yang paling lama berasal dari sistem
tulisan al-masnad al-yamani dalam bentuk tiang-tiang. Bentuk
kedua adalah bentuk al-nibthi salah satu macam tu-lisan al-arami seperti
tulisan nuqusy (gambar-gambar) pada kuburan. Ke-mudian sampai pada
tulisan Arab yang diambil dari al-nibthi, dengan beberapa perubahan.
Perubahan itu terus terjadi sampai pada sistem tulisan seperti sekarang dan
bukan dalam bentuk nuqusy (Wafi, 1947: 251—254).
Menurut Holes (1995: 73), aksara Arab
sangat konsisten dan sa-ngat dekat dengan bunyi bahasanya, jika dibandingkan
dengan bahasa lain. Hal itu dapat kita lihat bahwa setiap huruf (grafem) dalam
aksara Arab dapat menggambarkan bunyi (fonem) berikut dan alofon-alofon-nya
(varian). Misalnya, fonem /ba/, /ta/, dan /tsa/ dirumuskan dengan huruf ب, ت, ث, meskipun setiap
fonem memiliki beberapa alofon-alofon. Fonem-fonem berikut alofon-alofonnya
yang berada dalam bahasa Arab cukup dituliskan dengan sebuah huruf. Hasilnya
kita mengenal huruf-huruf aksara Arab yang jumlahnya sebanyak 28 huruf (Bisyr,
tt: 492). Huruf-huruf ini tersusun dalam suatu urutan abjad yang dikenal dengan
nama al-huruf al-hija’iyyah.
Namun, dengan segala konsistensi dan ketelitiannya,
aksara Arab masih memiliki kelemahan dalam merekam fonem dan alofon-alofonnya
seperti aksara bahasa lainnya. Aksara Arab masih belum dapat menggambarkan
bunyi-bunyi ujaran bahasa secara akurat. Hal ini dapat kita pa-hami bahwa
bunyi-bunyi ujaran bahasa berkembang pesat seiring de-ngan perkembangan zaman,
sementara perkembangan aksara selalu lam-bat untuk mengikuti kemajuan itu.
Kemudian, menulis adalah bentuk turunan
pada penggunaan bahasa. Jadi, cara menulis itu seharusnya menyesuaikan diri
dengan ben-tuk-bentuk bunyi dan perubahan di dalamnya. Tulisan merupakan
tu-runan dari bahasa lisan dalam arti bahwa sistem aksara mengikuti
per-kembangan bunyi dan tidak berjalan dengan ketentuan sendiri. Menu-rut
Kridalaksana (2001: 79), "Kesepadanan antara huruf dan bunyi se-ring
arbitrer."
Kelemahan aksara bahasa Arab dapat kita
temukan pada bebera-pa tempat, seperti sistem penulisan hamzah yang
berbeda-beda seiring perbedaan tempatnya, baik di depan, tengah, dan akhir
sebuah kata. Perbedaan juga terletak pada sistem tulis dan karakteristik antara ham-zah
al-washI dan hamzah al-qath'. Hamzah al-washl dituliskan
dengan huruf alif, diucapkan ketika berada di awal kalimat, seperti اسم dan tidak diucapkan
ketika didahului oleh kata lain, seperti ما
اسم هذا الرجل.Hamzah
al-qath' ditulis dengan hamzah di atas alif,
diucapkan baik di awal kalimat, ataupun didahului oleh kata lain, dan tandanya
tetap harus dituliskan, seperti أنا أسعد, قال
أسعد. Dalam
aksara Arab terdapat vokal-vokal yang terucap, tetapi tidak direalisasikan
melalui suatu simbol dalam penu-lisan. Contohnya vokal panjang (al-madd) pada
kata-kata الله,هذه , هذا. Sebaliknya ada
simbol yang tertulis, namun vokalnya tersem-bunyi, seperti vokal alif pada
kataرموا dan vokal waw pada
kata أولئك (Bisyr, 599-601). Selain itu,
aksara Arab memiliki kelemahan pada penu-lisan tekanan panjang dengan
menggunakan alif, jika
kita bandingkan dengan tekanan panjang pada kata kata رمى.
Bahasa Arab sebagai suatu bahasa
memiliki banyak keutamaan dan kelebihan, sehingga menarik untuk dipelajari.
Bahasa ini tidak ha-nya dipelajari oleh bangsa Arab saja, tetapi banyak
bangsa-bangsa lain yang mempelajari bahasa ini. Keutamaan-keutamaan yang
dimiliki oleh bahasa Arab terletak pada beberapa aspek berikut. Pertama,
identitas-nya seba-gai bahasa Alquran, sehingga banyak digunakan oleh pemeluk
agama Islam. Kedua, bahasa Arab penting untuk dipelajari karena bangsa
Arab (Islam) itu sendiri memiliki sejarah peradaban yang sangat mengagumkan di
masa lampau.
Selain itu, bahasa Arab merupakan
bahasa internasional yang telah diakui dan digunakan sebagai bahasa resmi
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pengajaran bahasa Arab baik sebagai bahasa
ibu maupun bahasa asing bertujuan agar seseorang dapat menguasai bahasa Arab
dan semua aspek-aspeknya, dari tataran fonologi, morfologi sampai dengan
tataran sintaksis. Semua aspek tersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk
keterampilan-keterampilan berbahasa, dari mulai mende-ngar, melafalkan,
berbicara, dan menulis.
D. KAJIAN
TENTANG ORTOGRAFI (EJAAN ) MUSHAF 'UTHMANI
Telah banyak buku yang menyinggung
tentang ejaan yang janggal dalam Mushaf ‘Uthmani, dengan lebih detail lagi
khususnya dalam menganalisis contoh-contoh ejaan yang menyeleweng. Di antara
beberapa bab dalam alMuqni `, contohnya di bawah judul (heading),
"Examination of Mushaf spellings where (vowels are) dropped or listed
(Meneliti ejaan Mushaf Yang Vokalnya Dibuang Atau Disebutkan). (Sub judul):
Examination of words where alif( I ) is dropped for abbreviation (Meneliti
kata-kata yang ada alifnya dibuang untuk tujuan singkatan)." Ad-Dani
mengutip Nafi bin Abi Nu'aim (70167 Hijrah), pengarang asli, kemudian membuat
daftar ayat-ayat yang di dalamnya ada alif yang dibaca tapi tidak ditulis:
Surah: ayat
|
Ejaan yang
digunakan dalam
Mushaf
'Uthman
|
Bacaan yang
sebenarnya
|
2:9
|
|
|
2:51
|
|
|
20:80
|
|
|
Saya pilih hanya tiga contoh ini saja,
jika tidak demikian, dalam bukunya dapat menghabiskan lebih dari dua puluh
halaman. Lebih dari itu, alif dalam Mushaf ‘Uthmani semuanya tidak terdapat
pada kata
dan
(semuanya 190 tempat), kecuali dalam ayat 41:21 di
mana ejaannya adalah
. Membaca Mushaf mana saja yang diterbitkan oleh Kompleks
Percetakan Raja Fahd di Madinah, saya telah memeriksa satu contoh ejaan yang
janggal, dan sementara ini, dalam penelitian saya, saya tidak mendapatkan ejaan
yang bertentangan dengan hasil tabulasi Nafi'. Dua vokal lagi yang
bersamaan dengan huruf hamza (
) juga menggambarkan kecenderungan perubahan yang
dinamis yang tidak hanya terdapat pada Mushaf ‘Uthmani. Beberapa sahabat yang
menulis naskah milik pribadi banyak yang memasukkan ejaan janggal yang
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan wilayah dalam masalah ejaan. Di sini ada
dua contoh;
1. ‘Abdul-Fattah
ash-Shalabi menemukan manuskrip AI-Qur'an klasik (tua) yang penulisnya
menggunakan dua ejaan yang berbeda pada kata
(contohnya
dan
)
di halaman yang sama.
2. Dalam
koleksi perpustakaan Raza, Rampur, India, ada sebuah Mushaf yang ditulis
dalam skrip Kufi yang dinisbatkan kepunyaan 'All bin Abi Talib,.
Kata
juga ditulis dengan
,
dan
ditulis dengan
Untuk
lebih jelas, saya perlihatkan contoh seperti di bawah ini.
Malik bin Dinar melaporkan bahwa
‘Ikrima membaca ayat 17:107 dengan fas'al (
), walaupun tertulis fsl (
) Malik menenangkan akan hal ini dengan menyatakan
bahwa itu sama dengan bacaan qal (
) ketika kata itu ditulis ql (
) yang merupakan kependekan umum di Mushaf
Hejazi. Dengan adanya bacaan yang berdasarkan tradisi belajar secara
lisan, adanya kekurangan seperti ini tidak akan menyebabkan kerusakan teks Kitab
Suci. Kalau seorang guru membaca
(baca dengan qalu, alif di akhir tidak disebutkan
karena ada peraturan grammar tertentu) dan murid itu menuliskannya
(mengikuti standard dia sendiri) tetapi membacakannya
dengan betul seperti
, lalu ejaan vokal yang janggal tidak mengandung
pengaruh yang negatif. Ibn Abi Dawud meriwayatkan kejadian di bawah ini.
" Yazid al-Farsi berkata,
"'Abaidullah bin Ziyad menambahkan dua ribu huruf (
) dalam Mushaf Ketika al-Hajjaj bin Yusuf datang dari
Basra dan diberi tahu tentang ini, dia meminta siapa orangnya yang memberitahukan
tentang perubahan yang dibuat `Ubaidullah. Mereka menjawab Yazid al-Farsi.
Oleh karena itu, al-Hajjaj memanggil saya; Lalu saya pergi menemuinya dan saya
tidak ragu bahwa dia akan membunuhku. Dia menanyakan mengapa 'Ubaidullah minta
untuk menambah dua ribu huruf ini. Saya menjawab: Mudah-mudahan Allah
memelihara anda ke jalan yang lurus; dia telah dibesarkan di Masyarakat tingkat
bawah Basra (contohnya jauh dari lingkungan terpelajar, di suatu daerah di
mana orang tidak merasakan citra kesusastraan dan keindahan). Ini yang saya
sayangkan, karena al-Hajjaj berkata bahwa saya berbata benar dan silakan
tinggalkan saya. Apa yang diinginkan oleh ‘Ubaidullah adalah hanyalah ingin
meletakkan dasar ukuran ejaan dalam Mushafnya, menulis kembali kata-kata
(
) menjadi (
) dan (
) menjadi (
)
Seperti halnya perubahan tidak
menyebabkan kehancuran teks melainkan justru menekankan beberapa huruf hidup
(vowels) yang telah ditiadakan atau dibuang untuk penggunaan singkatan,
al-Farsi meninggalkan persahabatan alHajjaj tanpa kesan negatif. Kembali
merujuk kepada AI-Qur'an, kita menemukan bahwa kata-katal
tercatat sebanyak 331 kali, sedangkan
sebanyak 267 kali; jumlah seluruhnya ada 598 kata.
Mengingat bahwa 'Ubaidullah menambah ekstra dua alif di setiap ini maka
mencapai sekitar 1,200 huruf ekstra. Jumlah dua ribu (sebagaimana disebutkan
dalam riwayat itu) kemungkinan besar hanya kira-kira saja.
Riwayat Ibn Abi Dawud mengalami
kekurangan dan isnadnya pun lemah1 menyebabkan banyak ilmuwan yang
menolak. Tetapi jika ternyata ini juga betul, apa yang menjadikan `Ubaidullah
salah dalam membuat naskah pribadi tak ada tujuan lain kecuali hendak menjadikannya
sesuai dengan kaidah ejaan yang berlaku, lain tidak. Contoh lainnya, kita akan
mengalihkan perhatian pada mushaf salinan Ibn al-Bawwab yang dibuat pada tahun
391 Hijrah / 1000 Masehi, yang saya telah bandingkan dengan mushaf cetakan
Madinah pada tahun 1407 Hijrah/ 1987 Masehi.
Di awal Surah al-Baqarah saja ada empat
contoh ini. Kebiasaan sebagian besar Mushaf yang dicetak sekarang
mengikuti sistem ejaan Mushaf 'Uthmani; kata
(Malik) contohnya ditulis
(malik) mengikuti ejaan (ortografi) ‘Uthmani,
walaupun alif kecil diletakkan pada mim untuk menjelaskan penyebutan bagi
pembaca zaman sekarang. Sama juga dengan beberapa ayat yang masih
mengeja
dengan
menunjukkan bahwa kependekan ini adalah berlaku pada zaman
`Uthman dan dia juga mengizinkan untuk memasukkan kedua-duanya.
Penerbit modern, dengan
mendasarkan naskahnya kepada ortografi Mushaf ‘Uthmani yang resmi, telah
menyediakan rujukan yang banyak tentang ketentuan ejaan yang berlaku pada zaman
awal Islam (abad pertama hijrah). Ini sesungguhnya adalah merupakan pilihan
terbaik bagi semua penerbit, di mana mereka memberikan manfaat untuk media masa
cetak dan merupakan sifat pendidikan modern yang telah diberi ukuran serupa.
Bagaimanapun keinginan untuk menyimpang dari ejaan Mushaf ‘Uthmani bukan hal
baru lagi. Imam Malik (w. 179 H.) telah dihukum dua belas abad yang lalu karena
fatwanya (
) tentang apakah seseorang boleh menulis Mushaf
dengan menggunakan kaidah ejaan (yang digunakan akhir-akhir ini); dia menolak
pendapat itu, dan hanya menyetujuinya untuk anak sekolah saja. Di tempat lain
juga ad-Dani (w. 444 H.) menyatakan bahwa semua ilmuwan dari sejak zaman Malik
sampai zamannya sepakat dengan keyakinan yang sama.
Imam Malik telah ditanya tentang huruf
hidup (vowels) tertentu yang tidak dibaca di dalam Mushaf: dia tidak mau
menghilangkannya. Abu `Amr (ad-Dani) memberi komentar bahwa ini merujuk pada
tambahan huruf hidup yang tidak dibaca; waw dan alif,
seperti waw dalam
, alif dalam ...
, dan juga ya'dalam ...
." Ini menunjukkan bahwa imam Malik menentang untuk
mengubah ejaan Mushaf secara resmi; sedangkan penulis Al-Qur'an pada zaman itu
telah memilih memasukkan kaidah ejaan yang berbeda dalam naskah pribadi mereka,
dalam pikirannya, ejaan ketentuan ini tidak pernah diterima sebelunmya atau
menyetujui ortografi Mushaf ‘Uthmani.
Karakteristik
ortografi mushaf utsmani sebagai berikut:
Ø
Penulisan ت sebagai pengganti ة
Ø Huruf
waw (و ) dan ya’(ى) sering
di hilangkan, ketika vokal diringkas karena suatu penggabungan kata. Sedangkan
huruf alif( ا ) sebagai
huruf vokal, dalam kasus senada, hanya di temukan dalam kata ايها yakni menjadi ايه
Ø Nunasi
(tanwin) ditulis dengan ن dala
kata كاين yakni كأين atauكائن , yang membuat derivasi kata tersebut dari menjadi kabur.
Ø Partikel
ya selalu di tautkan pada kasus vokatif, dan lebih menyatu dalam ungkapan يبنؤم ( secara terpisah يا ابن أم )
Ø Ragam
tulis aksara tidak mengenal perbedaan antara konsonan b(ب ), t(ت ), ts(ث), n(ن), dan ya(ي), pada permulaan dan di tengah-tengah suatu kata, atau b(ب ), t(ت ), ts(ث) pada penghujung kata , atau f (ف), dan q(ق) pada
peremulaan dan di tengah-tengah kata, serta konsonan-konsonan j (ج), h ( ح), kh (خ (,d (د), dz (ذ), r (ر ), z (ز); s (س), sy (ش), sh ( ص), dl ( ض),
th ( ط ),
zh ( ظ ),
‘ ( ع ), g (غ)
mau tanya buku yang mengulas tentang ortografi berjudul apa ya?
BalasHapusTOTO TOTO ® Titanium Wok - Titanium Art
BalasHapusToto TOTO® Titanium Wok titanium hammer · TOTO TOTO® Titanium Wok · TOTO titanium bars ® Titanium black titanium wedding band Wok · TOTO ® TOTO® titanium symbol TOTO® TOTO® TOTO ® TOTO® titanium engagement rings for her TOTO® TOTO®